41 research outputs found

    STRATEGI PENGENDALIAN IMPOR SALMON-TROUT UNTUK KONSUMSI PASAR DALAM NEGERI

    Get PDF
    Impor ikan salmon-trout semakin meningkat seiring bervariasinya menu masakan Jepang di Indonesia pada sejumlah hotel, restoran dan katering. Pengendalian impor terhadap komoditas harus dilakukan sebagai upaya mengurangi defisit neraca perdagangan. Pengendalian impor ikan salmon-trout sangat penting dilakukan karena merupakan produk pesaing ikan lokal dan berpotensi menurunkan permintaan terhadap ikan lokal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan merumuskan strategi pengendalian impor ikan salmon-trout terutama untuk konsumsi hotel, restoran, katering, pasar modern (Horekapasmod) dan industri pengolahan ikan (re-ekspor). Data primer dan sekunder digunakan dalam penelitian ini. Data primer berasal dari wawancara dan diskusi dengan pemangku kepentingan impor salmon-trout pada bulan bulan Maret hingga September 2019 di DKI Jakarta dan Jawa Timur sebagai pintu masuk impor utama ikan salmon-trout. Data sekunder juga dikumpulkan dari berbagai institusi seperti BPS dan berbagai hasil penelitian beberapa perguruan tinggi. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analysis hierarchy process (AHP) untuk merumuskan strategi pengendalian impor salmon-trout. Strategi pengendalian impor salmon-trout berdasarkan hasil analisis disusun berdasarkan prioritas. Prioritas pertama dengan bobot nilai 0,413 adalah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang jenis ikan yang memiliki kandungan gizi sama dengan salmon-trout. Prioritas kedua adalah peningkatan ketersediaan dan perbaikan kualitas ikan lokal yang potensial mensubstitusi salmon-trout dengan bobot 0.363. Prioritas ketiga adalah mengikuti kerjasama perdagangan internasional untuk ekspansi pasar ekspor khususnya untuk fillet salmon-trout dengan bobot sebesar 0,224. Pelaksanaan strategi tersebut diharapkan dapat meningkatkan konsumsi ikan lokal yang asupan gizinya tidak kalah dengan salmon-trout sehingga alokasi impor dalam negeri dapat dikurangi secara bertahap.Title: Salmon-Trout Import Control Strategies for Domestic Market ConsumptionSalmon-trout imports has increased along with the growth of hotels, restaurants and restaurants with Japanese cuisine in Indonesia. Control of imports of commodities must be done as an effort to reduce the trade balance deficit. Import control of salmon-trout is very important because it is a local fish competitor and has the potential to reduce demand for local fish. Therefore, this study aims to formulate a salmon-trout import control strategy especially for hotels, restaurants, catering, retails and processing industry (re-export) consumption. Primary and secondary data were used in this study, primary data derived from interviews and discussions with salmon-trout importer stakeholders in March to September 2019 in DKI Jakarta and East Java as the main entry point for salmon-trout import. Secondary data was also collected and from various institutions such as BPS and various research results from several universities. The data collected then analyzed using the hierarchical process analysis (AHP) method to formulate salmon-trout import control strategies. Salmon-trout import control strategies based on the results of the analysis are arranged according to priority. The first priority with a weight value of 0.413 is socialization and education to the public about the types of fish that have the same nutritional content as Salmon-Trout. The second priority is increasing availability and improving the quality of local fish which has the potential to substitute Salmon-Trout with a weight of 0.363. The third priority is to participate in international trade cooperation for the expansion of export markets specifically for salmon-trout fillets with a weight of 0.224. The implementation of this strategy is expected to increase the consumption of local fish which are nutritionally inferior to salmon-trout so that the allocation of imports is gradually reduced

    RANTAI PASOK DAN LOGISTIK UDANG VANAME DI DAERAH PRODUKSI DI INDONESIA

    Get PDF
    Rantai pasok udang vanamei di daerah produksi di Indonesia tidak selalu sama dan dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pembenihan sampai dengan unit pengolahan ikan (UPI). Konsekuensinya, jenis dan jumlah biaya logistik bervariasi antara daerah satu dengan yang lain. Riset ini bertujuan untuk; a) mengidentifikasi rantai pasok udang vanamei di daerah produksi, b) menganalisis permasalahan dalam rantai pasok udang vanamei, dan c) merumuskan sistem logistik udang vanamei. Riset dilakukan selama tahun 2019 di beberapa provinsi yang memproduksi udang vanamei yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Riset ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan topik data kepada 12 responden pembenihan, 4 responden UPI, 40 responden pembudidaya udang vanamei, dan 10 pedagang/pengumpul. Data sekunder diperoleh dari laporan hasil riset, data statistik, dan publikasi ilmiah lainnya. Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan rantai pasok, pola logistik, dan permasalahan yang terjadi dalam rantai pasok. Hasil analisis menggambarkan bahwa rantai pasok udang vanamei di Indonesia bisa digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu pasokan (bahan baku dan produksi), distribusi (pedagang besar, pedagang kecil, dan pengecer), dan konsumen (pasar lokal, hotel/ restoran/catering -HOREKA- dan UPI). Permasalahan rantai pasok udang vanamei dari produsen benih sampai ke konsumen akhir telah menyebabkan produksi tidak efisien dan berimplikasi pada peningkatan biaya. Secara faktual, ada disparitas stok benih antar daerah dan kebutuhan pemenuhan stok udang di beberapa cold storage. Logistik udang vanamei menggunakan hampir semua jenis moda transportasi yaitu transportasi udara (pesawat terbang), transportasi darat (sepeda motor, mobil bak terbuka, truk biasa, truk kontainer) dan transportasi laut (kapal antar pulau dan antar negara). Sistem logistik udang belum efisien mengingat pengadaan induk udang vanamei masih diimpor dari negara lain oleh beberapa perusahaan pembenihan, dan benih ini harus menyuplai seluruh wilayah Indonesia.Title: Supply Chain and Logistic of Vannamei Shrimp In Production Areas of IndonesiaThe supply chain of vannamei shrimp in production areas of Indonesia is different in each area. It depends on the availability of hatchery facilities and the fish processing unit (UPI). Consequently, the types and logistic costs vary among regions. This research aims to: a) identify the supply chain of vannamei shrimp in the production area, b) formulate a general pattern of the logistic system of vannamei shrimp, and c) analyze the problems in the supply chain of vannamei shrimp. This research was conducted in 2019 in East Java, West Java, Bali, West Nusa Tenggara, and South Sulawesi where those provinces produce vannamei shrimp. This research employs primary and secondary data. Primary data were collected through interviews with five hatchery respondents, four UPI respondents, 40 vannamei shrimp farmers, and seven collectors/traders. Secondary data were obtained from research reports, statistical data, and other scientific publications. Data were analyzed descriptively to describe the supply chain, logistic patterns, and problems that occur in the supply chain. The results illustrate that vannamei supply chain in Indonesia can be classified into three parts: raw materials and production, distribution (wholesalers, small traders, and retailers) and consumers (local markets, hotel/restaurant/catering, and processing plants). The problem of vannamei supply chain from hatcheries to the final consumers has resulted in inefficient production and has been implicated in increased costs. Eventually, there are disparities in shrimp juvenile stocks between regions and the need to fulfill shrimp stocks in several cold storages Logistic system of vannamei shrimp utilizes almost all types of transportation modes: air transport (cargo planes), land transportation (motorbikes, trucks, cargo trucks) and water transportation (inter-island and inter-country cargo ships). The logistics system of vannamei was inefficient considering the procurement of vannamei shrimp broodstocks have always been imported from other countries by several hatchery companies, and shrimp juveniles produced need to be distributed to all-around Indonesia

    Keberlanjutan Ekonomi Rumah Tangga Pembudi Daya Ikan Kerapu di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali

    Get PDF
    Ketimpangan sosial ekonomi yang masih terlihat dalam kehidupan masyarakat pesisir telah berkontribusi pada distribusi kemiskinan, sehingga perlu intervensi pemerintah pusat maupun daerah. Tujuan penelitian ini meliputi (1) mengidentifikasi karakteristik usaha rumah tangga (RT); (2) menganalisis indeks keberlanjutan rumah tangga; dan (3) menganalisis strategi keberlanjutan RT pembudi daya kerapu, khususnya di Kecamatan Gerokrak, Kabupaten Buleleng, Bali. Penelitian dilakukan selama bulan Februari—Desember 2018 di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali. Riset ini menggunakan pendekatan “Sustainable Livelihood Approach”. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan diinput dan dianalisis secara deskriptif, analisis finansial, serta penghitungan indeks keberlanjutan ekonomi rumah tangga “iKERT” kelautan dan perikanan yang terdiri dari lima indeks modal (alam, manusia, finansial, sosial, dan fisik). Hasil penelitian menunjukkan besarnya indeks keberlanjutan ekonomi rumah tangga untuk masing-masing modal adalah 75,49 (modal finansial); 59,23 (modal alam); 35,92 (modal fisik); 45,48 (modal manusia); dan 42,34 (modal sosial). Secara komposit, indeks modal alam, indeks modal sosial, indeks modal fisik cukup sesuai dengan keberlanjutan ekonomi rumah tangga kelautan perikanan. Ketiga indeks sudah mendekati nilai rata-rata dari sebaran indeks (50%) yang diasumsikan sebagai kondisi ideal untuk keberlanjutan ekonomi rumah tangga. Sementara itu, kebijakan maupun program yang terkait dengan indeks modal manusia, belum terlalu optimal untuk mendukung keberlanjutan ekonomi rumah tangga pembudi daya ikan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali.Title: Household Economy Sustainability of Grouper Farmers in Gerokgak Sub District, Buleleng Regency, Bali ProvinceThe socio-economic disparity among coastal communities lead to the widespread distribution of poverty, hence, they need intervention from central government as well as local government. The purpose of this study consists of; 1) to identify the characteristics of household livelihood activity; (2) to analyse the index of household economic sustainability; and (3) to recommend the strategy for sustainable households’ economy. The study was conducted during February to December 2018 in Buleleng Regency (Pegametan Bay), Bali. The research used “Sustainable Livelihood Approach”. Data were collected from interviews, observation, and documentation. The data were analyzed using descriptive analysis, financial analysis, and index to calculate of the sustainability of fisheries households’ economy called “iKERT” based on five capitals, namely natural, human, financial, social, and physical. The result of the study indicates that the index of each indicator is 75,49 (financial capital); 59,23 (natural capital); 35,92 (physical capital); 45,48 (human capital); and 42,34 (social capital). As a composite manner, the natural capital index, social capital index, physical capital index, are quite appropriate with the household economic sustainability of fish farmers. These three indexes are approach to the average of the index distribution (50%) that is assumed an ideal condition for household economic sustainability. Meanwhile, the related policies and programs to the Human Capital Index have not reached to support the household economic sustainability of fish farmers in Gerokgak Sub District, Buleleng Regency, Bali

    KAJIAN HUKUM KEBIJAKAN UKURAN KAPAL DALAM DEFINISI NELAYAN KECIL

    Get PDF
    Definisi nelayan kecil sebagai sebuah kebijakan publik memiliki arti penting, ketika dihadapkan pada keinginan pemerintah mengelola wilayah perikanan nusantara secara baik dan berkeadilan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji ukuran kapal yang tepat dalam definisi nelayan kecil. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang dijabarkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kapal yang paling tepat digunakan nelayan kecil adalah ≤ 5 Gross Tonnage/GT. Adanya perbedaan satuan volume kapal untuk definisi nelayan kecil dalam UU No. 45/2009 dan UU No. 7/2016, juga memberikan dampak terhadap: 1) rujukan UU yang harus diacu; 2) kewenangan perizinan kapal (dikaitkan UU No. 23/2014); 3) wilayah penangkapan ikan; 4) kemampuan memperoleh hasil tangkapan (teknologi); 5) tata administrasi pencatatan kapal. Rekomendasi yang harus diupayakan pemerintah ialah menyamakan ukuran kapal dalam salah satu rumusan teks definisi nelayan kecil dengan merivisi UU No. 45/2009 atau UU No. 7/2016.Title: A Legal Study on Vessel Size Policy Within The Definition of Small Scale FisherThe definition of small scale fisher plays a vital role in public policy, especially as the government attempts to establish a well and fairway managing its national fishery area. The purpose of this study is to determine the appropriate vessel size for small fisher definition. Data were analyzed using a normative juridical method and were described in a narrative description. The results suggest that the most appropriate vessel size for the small scale fishers is less than 5 Gross Tonnage/GT. The difference in unit usage between Constitution No. 45/2009 and Constitution No. 7/2016, has also made impacts towards several aspects, such as: 1) which constitution to refer to; 2) vessel authorization licensing (refer to Constitution No. 23/2014); 3) fishing area; 4) ability to catch fishes (technology); 5) administrative procedures for vessels’ recording. Therefore, based on these findings, this study recommends the government to equalize the size of the vessel in at least one of the text that defines small fisher, either Constitution No. 45/2009 or Constitution No. 7/2016.

    Aspek Penting dalam Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan untuk Mendukung Program Industrialisasi Perikanan

    Get PDF
    Industrialisasi perikanan pada dasarnya merupakan konsep untuk menghasilkan nilai tambah produk perikanan sehingga dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya. Belawan merupakan salah satu sentra pelabuhan perikanan yang penting di Pantai Timur Sumatera, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPSB) Belawan. Tujuan tulisan ini menggambarkan aspek penting dalam pengembangan pelabuhan perikanan samudera Belawan untuk mendukung program industrialisasi perikanan. Penelitian dilakukan pada tahun 2011 di wilayah Belawan, Sumatera Utara. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif. Metode pengambilan data menggunakan metode mail survey dan survey lapang. Metode analisis data menggunakan metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa aspek penting yang perlu dikembangkan agar PPSB dapat mendukung industrialisasi perikanan seperti infrastruktur, bisnis dan masyarakat, sumberdaya dan tata ruang, teknologi dan pemasaran. Perlu adanya pengkajian kembali larangan impor terhadap komoditas ikan tertentu dalam rangka melindungi nelayan serta keberlanjutan usaha pengimpor dan pedagang

    Karakteristik Penangkapan Sumberdaya Ikan di Karimunjawa

    Get PDF
    Karimunjawa merupakan gugusan pulau dilepas pantai Kabupaten Jepara yang menyimpan potensi sumberdaya perikanan yang besar. Masyarakat setempat sejak lama mendapatkan manfaat ekonomi dari sumberdaya tersebut dengan melakukan penangkapan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat Karimunjawa. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan dominasi pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis dan ikan karang pada wilayah ini. Alat tangkap yang paling umum digunakan adalah pancing, panah dan tonda. Sementara itu, masih terindikasi adanya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan khususnya potasium. Musim puncak penangkapan ikan terjadi pada saat bulan September sampai dengan Oktober dengan musim paceklik terjadi pada akhir Desember sampai dengan bulan Februari. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan Karimunjawa memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kondisi alam membuat fluktuasi hasil tangkapan sangat mempengaruhi kehidupan mereka.Title: Characteristics of Catching Fish Resources in KarimunjawaKarimunjawa is a group of islands located at Jepara district that holds great potential fishery resources. The local community has taken an economic benefit from these resources by practicing capture fisheries. This study aims to look at the characteristics of fishing carried out by the community. The results showed the dominance fishes caught are pelagic and reef fishes. Common fishing gears used are fishing rods, bows and trolling. The use of not environmental friendly fishing gear is still indicated, particularly potassium. The peak fishing season occurs during September and October with the low season occurred in late December until February. This fluctuation provide a strong influence to the community because their depedancy to the resources. 

    FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN PEMBELIAN IKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA, NUSA TENGGARA TIMUR

    Get PDF
    Tingkat konsumsi ikan per kapita Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi ikan yang melimpah. Kondisi ini tidak terlepas dari perilaku dan preferensi konsumen dalam mengambil keputusan membeli ikan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi dan faktor-faktor penentu keputusan membeli ikan rumah tangga di Kabupaten Sumba Barat Daya. Penelitian menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dengan wawancara pada 45 responden rumah tangga. Faktor yang menjadi peubah penjelas terdiri atas umur, pendidikan,jumlah anggota keluarga, jenis ikan, harga, dan pengeluaran, sedangkan variabel tidak bebas adalah keputusan pembelian ikan. Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui uji chi square, korespondensi, dan analisis multivariat (regresi logistik). Hasil uji chi square dan korespondensi menunjukkan pola konsumsi ikan yang meningkat pada kelompok usia > 25 tahun dan keluarga dengan jumlah anggota > 5 orang. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian ikan adalah umur dan jumlah anggota keluarga. Rekomendasi kebijakan yang dirumuskan adalah: (1) kampanye gemar makan ikan masyarakat difokuskan pada keluarga dengan usia < 25 tahun dan rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga < 5 orang melalui pemberian pengetahuan dan informasi terkait gizi dan manfaat dari ikan; dan (2) menggiatkan program promosi variasi produk olahan melalui kegiatan lomba atau pameran produk-produk olahan ikan yang disukai berupa olahan ikan kaleng, ikan asin, dan ikan pindang; (3) melibatkan antropolog dan sosiolog dalam merumuskan program/kebijakan peningkatan konsumsi ikan untuk memahami adat dan budaya terkait preferensi masyarakat.Title: Determinants of Purchasing Decisions for Fish in Southwest Sumba Regency, Nusa Tenggara Timur ProvinceThe level of Indonesian fish consumption per capita is still relatively low compared to the abundant potential of fish. This condition is inseparable from consumers’ behavior and preferences in decision making of fish purchase. This study aimed to analyze consumption patterns and the determinants of fish purchase decisions in Southwest Sumba Regency. The study used primary data which were collected through interviewed questionnaires to 45 household respondents. The independent variables consist of age, education, number of family member, fish species, prices, and expenditure, while the dependent variable is purchasing decision of fish. Data were analyzed descriptively through chi square test, correspondence, and multivariate analysis (logistic regression). Results of the chi square test and correspondence showed that fish consumption patterns have increased in the age group > 25 years and families with > 5 members. The logistic regression results showed that the most dominant factors influencing fish purchasing decisions are age and number of family members.The recommended policy are: (1) eat fish campaign focusing on household with young age under 25 years old and household with a number of families under 5 people throughout knowledge and information on nutrition and benefits of fish; and (2) intensified promotion program of various fish processed products through competitions or exhibitions of favourite processed fish products like canned fish, salted fish and pindang; 3) involvement of anthropologists and sociologists in policy making on increased consumption of fish to understand custom and culture related to community preferences for fish consumption

    STRUKTUR BISNIS KLASTER RUMPUT LAUT GORONTALO

    Get PDF
    Bisnis rumput laut di Gorontalo memberi multiplier effect penting untuk masyarakat pesisir didaerah itu. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberi masukan tentang arah pengembangan bisnis rumput laut di Gorontalo. Penelitian dilakukan dengan tehnik Rural Rapid Appraisal, melalui wawancara dengan stakeholder pada beberapa desa di Kabupaten Gorontalo Utara dan Kabupaten Boalemo. Hasil penelitian menunjukkan tidak seluruh perairan Laut Sulawesi dan Teluk Tomini di Gorontalo sesuai sebagai lokasi budidaya rumput laut. Bisnis rumput laut di Gorontalo memerlukan penataan ruang dan kelembagaan untuk menghindari konflik dimasa depan, karena budidaya rumput laut hanya berkembang pada lokasi tertentu dan suplai rumput laut hanya diserap oleh dua pedagang besar. Rumput laut yang diperdagangkan adalah jenis Euchema cottonii. Posisi pembudidaya rumput laut cukup baik dalam mata rantai bisnis rumput laut ini. Rumput laut yang dikumpulkan oleh pedagang besar tersebut diperkirakan sekitar 70 persen dikirim keSurabaya dan sisanya dikirim Manado. Total margin pemasaran terhadap harga di Surabaya dan Manado masing-masing masing-masing berkisar antara (0,13 0,25) dan (0,10 0,22). Angka tersebut menunjukkan: pertama saat ini persaingan antar dua pedagang besar tersebut sangat kecil, kedua pengiriman rumput laut ke Surabaya lebih menarik dibandingkan mengirim rumput laut ke Manado. Pedagang besar merupakan core utama pengembangan klaster tersebut. Jika pemerintah melakukan upaya mendirikan industri SRC (Semi Refines Carragenan) di Gorontalo, tanpa mempertimbangkan peran pedagang itu maka upaya tersebut dapat merusak tatanan rantai pemasaran dan industri SRC itu sulit memperoleh bahan baku. Tittle: Business Structure of Seaweed Cluster in GorontaloSeaweed business in Gorontalo grows gradually and drives an important multiplier effect for local costal communities. The purpose of this study was to give the alternative suggestion concerning the direction of sea weeds business in Gorontalo. Research was conducted using Rural Rapid Appraisal technique, through the interview with stakeholders involved in sea weed business in several villages in North Gorontalo, and Boalemo districts of Gorontalo. The research finding indicated: only a limited space of coastal sea areas of the Sulawesi Sea and Tomini Bay can be use as a location of sea weed culture activities. The sea weed business in Gorontalo need to manage the cultivated area and institutions improvement to eliminate the future conflict, due to local sea weed demanded only by two biggest traders in Kwandang. Only Euchema cottonii dried traded and the bulk of dried sea weed distributed to Surabaya 70 percent and the rest traded to Manado. Total marketing margin of dried sea weed comparing to Surabaya and Manado prices are (0,13 0,25) and (0,10 0,22). The values indicated: first there relatively small conflict between 2 wholesalers to collect dried sea weed. Second, Surabaya market more interested comparing Manado market in sea weed trade. If the Government plan to build the SRC industry in Gorontalo with no involvement of the 2 traders, the industry will be collapse within a year due to sea weed raw material shortage

    KOMPARASI ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL SISTEM PENDINGINAN IKAN UNTUK KAPAL PENGANGKUT

    Get PDF
    Penelitian ini dilaksanakan pada Tahun 2004 dengan tujuan memperbandingkan paket-paket teknologi pendinginan di atas kapal untuk mendukung pengembangan sistem pengangkutanikan di laut. Metode yang diterapkan adalah studi kasus dengan lokasi-lokasi meliputi Cilacap, Juwana dan Pekalongan, dimana nelayan telah melakukan uji coba pengoperasian teknologimesin pembuat es air laut (sea water on board ice maker), sistem pendinginan air laut (refrigerated sea water, RSW), disamping sistem pendinginan yang umum dilakukan yaitu penggunaan es balok sebagai media pendingin
    corecore